Jumat, 27 Desember 2013

LEADERSHIP

Leadership atau kepemimpinan Menurut Hampil adalah langkah pertama yang hasilnya berupa pola interaksi kelompok yang konsisten dan bertujuan menyelesaikan problem-problem yang saling berkaitan.
Menurut Stogdill, Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:796) kepemimpinan adalah cara memimpin

Teori-teori kepemimpinan partisipatif

Teori X dan Y dari Douglas McGregor

Douglas McGregor mengembangkan Teori X dan Teori Y. Dia berpendapat bahwa Teori X merepresentasikan dengan baik pandangan dari manajemen ilmiah dan Teori Y merepresentasikan pendekatan hubungan manusia. McGregor yakin bahwa Teori Y merupakan filosofi yang paling baik untuk semua manajer.

Asumsi Teori X
  1. Orang tidak suka bekerja dan  mereka berusaha untuk menghindarinya.
  2. Orang tidak suka bekerja, sehingga manajer harus mengendalikan, mengarahlan, memaksa, dan mengancam pekerja agar mereka mau bekerja menuju tujuan organisasi.
  3. Orang cenderung suka untuk diarahkan, menghindari tanggung jawab dan menginginkan keamanan mereka memiliki sedikit ambisi.

Asumsi Teori Y
  1. Orang tidak secara alami membenci pekerjaan, pekerjaan merupakan suatu bagian yang alami dari hidup mereka.
  2. Orang secara internal termotivasi untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawab mereka.
  3. Orang mengikatkan diri pada tujuan hingga suatu tingkat dimana mereka menerima penghargaan pribadi ketika mereka mencapai tujuan mereka.
  4. Orang akan mencari dan menerima tanggung jawab dalam kondisi yang disukai.
  5. Orang memiliki kapasitas untuk berinovasi dalam memecahkan masalah organisasi.
  6. Orang pada dasarnya cerdas tapi dalam kebanyakan kondisi organisasi, potensi mereka kurang dimanfaatkan secara penuh.


Teori system 4 dari Rensis Linkert

Gaya Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil produksi dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems Theory. Empat Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :
a.      Sistem Otokratis Eksploitif
Pada sistem Otokratis Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down

b.      Sistem Otokratis Paternalistic
Pada sistem ini, Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
Ciri-ciri dri sistem Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
a.      Pimpinan percaya pada bawahan
b.      Motivasi dengan hadiah dan hukuman
c.      Adanya komunikasi ke atas
d.      Mendengarkan pendapat dan ide bawahan
e.      e. Adanya delegasi wewenang


c.      Sistem Konsultatif
Pada sistem ini, Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara lain:
a.      Komunikasi dua arah
b.      Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
c.      Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas

d.      Sistem Partisipatif
Sistem partisipatif adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara lain:
a.      Team work
b.      Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c.      Komunikasi dua arah (top down and bottom up)

 Theory of Leadership Patern Choice dari Tannenbaum & Scimat

Gaya Kepemimpinan Kontinum (Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt) Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem , pertama  bidang pengaruh pimpinan kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritas dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkanm gaya yang demokratis. Kedua bidang ipengaruh ini dipengaruhi dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.

Ada 7 model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.
1.      Pemimpin membuat keputusan kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Dari model ini terlihat bahwa otoritas yang digunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan terlalu sempit sekali.
2.      Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan disini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3.      Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, karena membatasi penggunaan otoritas dan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam pembuatan keputusan.
4.      Pemimpin memberikan keputusan bersifat bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan, sementara otoritas pemimpin sudah mulai dikurangi penggunaannya,
5.      Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan membuat keputusan. Disini otoritas pimpinan digunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak digunakan.
6.      Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan kelima model diatas.
7.      Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrem penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem penggunaan otoritas terdapat pada nomor satu di atas.


 Modern Choice Approach to Participation

Menurut teori ini gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model teori ini dapat digunakan untuk:
·        Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem solving situation).
·        Menyarankan gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektifitas keputusan, kriteria penemukenalan jenis pemecahan persoalan. Misalnya seorang dokter yang mengambil keputusan untuk melakukan operasi terhadap pasien yang mengalami kecelakaan tanpa dia harus berkonsultasi terlebih dahulu terhadap staf-stafnya dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu diketahuinya. Dari sini dapat dilihat bahwa gaya pengambilan keputusan yang diambil oleh dokter tersebut merupakan gaya pengambilan keputusan A-1 yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang dimana dia mengambil keputusannya sendiri dalam memecahkan persoalan dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu diketahuinya.

  Contingency theory of leadership dari Fiedler

Dalam teorinya yang dikenal sebagai teori kontingensi, Fielder memberikan tekanan pada efektivitas dari suatu kelompok. Dikatakan bahwa efektivitas suatu organisasi tergantung pada (is contingent upon) dua variabel yang saling berinteraksi yaitu (1) Sistem motivasi dari pemimpin dan (2) tingkat atau keadaan yang menyenangkan dari situasi.
Berdasarkan teori ini, situasi kepemimpinan digolongkan pada 3 dimensi: (1) hubungan pemimpin-anggota yaitu bahwa pemimpin akan mempunyai lebih banyak kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan anggotanya artinya kalau ia disenangi, dihormati dan dipercaya. (2) struktur tugas, yaitu bahwa penugasan yang terstruktur baik, jelas, terprogram akan memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh dari pada kalau penugasan itu kabur, tidak jelas dan tidak terstruktur. (3) posisi kekuasaan, pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia memberi ganjaran, hukuman, mengangkat dan memecat daripada kalau ia tidak memiliki kedudukan seperti itu.

Path Goal Theory

 Path goal theory yang diungkapkan oleh House dan Mitchell (1979). Menurut teori ini, para pemimpin bisa efektif karena pengaruh mereka terhadap motivasi bawahan. Pemimpin dapat membangkitkan bawahan untuk menampilkan dan mencapai kepuasan dari pekerjaan yang akan dilakukan. Teori yang mulai berkembang sejak hampir tiga dasawarsa lalu ini disebutpath goal karena perhatian utamanya diletakkan pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi bawahan dalam mencapai tujuan mereka, tujuan-tujuan pribadi dan cara atau jalan dalam pencapaian tujuan itu. Teori path goal ingin memperlihatkan bahwa ia maju selangkah daripada teori sifat misalnya oleh karena ia tidak hanya menampilkan gaya kepemimpinan yang paling efektif (yaitu direktif, suportif, orientasi pada prestasi dan partisipatif) tetapi pendekatan ini juga berusaha menjelaskan mengapa itu paling efektif. Kepemimpinan yang efektif menurut Siagian (1982) ialah “Kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan usaha dan iklim yang koperatif dalam kehidupan organisasional.



SUMBER :
Rumanti, Assumpta Maria. 2002. Dasar-Dasar Public Relation. Jakarta: Grasindo
Pusat Pebinaan dan Pengembangan Bahasa. 1991. KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (edisi kedua). Departemen pendidikan dan kebudayaan. Jakarta : Balai Pustaka
Griffin, Ricky. 2004. Manajemen. Jakarta: Erlangga

Salusu,J. 2003. Pengambilan Keputusan Stratejik. Jakarta: Grasindo

Sumber gambar :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar