Leadership
atau kepemimpinan Menurut Hampil adalah langkah pertama yang hasilnya
berupa pola interaksi kelompok yang konsisten dan bertujuan menyelesaikan
problem-problem yang saling berkaitan.
Menurut Stogdill, Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan
pencapaian tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:796) kepemimpinan
adalah cara memimpin
Teori-teori kepemimpinan partisipatif
Teori
X dan Y dari Douglas McGregor
Douglas
McGregor mengembangkan Teori X dan Teori Y. Dia berpendapat bahwa Teori X
merepresentasikan dengan baik pandangan dari manajemen ilmiah dan Teori Y
merepresentasikan pendekatan hubungan manusia. McGregor yakin bahwa Teori Y
merupakan filosofi yang paling baik untuk semua manajer.
Asumsi
Teori X
- Orang tidak suka bekerja dan mereka berusaha untuk menghindarinya.
- Orang tidak suka bekerja, sehingga manajer harus mengendalikan, mengarahlan, memaksa, dan mengancam pekerja agar mereka mau bekerja menuju tujuan organisasi.
- Orang cenderung suka untuk diarahkan, menghindari tanggung jawab dan menginginkan keamanan mereka memiliki sedikit ambisi.
Asumsi
Teori Y
- Orang tidak secara alami membenci pekerjaan, pekerjaan merupakan suatu bagian yang alami dari hidup mereka.
- Orang secara internal termotivasi untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawab mereka.
- Orang mengikatkan diri pada tujuan hingga suatu tingkat dimana mereka menerima penghargaan pribadi ketika mereka mencapai tujuan mereka.
- Orang akan mencari dan menerima tanggung jawab dalam kondisi yang disukai.
- Orang memiliki kapasitas untuk berinovasi dalam memecahkan masalah organisasi.
- Orang pada dasarnya cerdas tapi dalam kebanyakan kondisi organisasi, potensi mereka kurang dimanfaatkan secara penuh.
Teori
system 4 dari Rensis Linkert
Gaya
Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil produksi
dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems Theory.
Empat Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :
a.
Sistem
Otokratis Eksploitif
Pada sistem Otokratis Eksploitif ini,
pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah
para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara
kaku ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai
kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman
atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif
ini antara lain:
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down
b.
Sistem
Otokratis Paternalistic
Pada sistem ini, Pemimpin tetap
menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan
komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Berbagai fleksibilitas untuk
melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
Ciri-ciri dri sistem Otokratis
Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
a.
Pimpinan
percaya pada bawahan
b.
Motivasi
dengan hadiah dan hukuman
c.
Adanya
komunikasi ke atas
d.
Mendengarkan
pendapat dan ide bawahan
e.
e.
Adanya delegasi wewenang
c.
Sistem
Konsultatif
Pada sistem ini, Pemimpin menetapkan
tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan
dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka
sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk
memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara
lain:
a.
Komunikasi
dua arah
b.
Pimpinan
mempunyai kepercayaan pada bawahan
c.
Pembuatan
keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
d.
Sistem
Partisipatif
Sistem partisipatif adalah sistem yang
paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya
berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh
kelompok. Bila pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan
setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk
memotivasi bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan
ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan
dan penting. Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan,
menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan
menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara
lain:
a.
Team
work
b.
Adanya
keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c.
Komunikasi
dua arah (top down and bottom up)
Theory
of Leadership Patern Choice dari Tannenbaum & Scimat
Gaya
Kepemimpinan Kontinum (Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt) Kedua
ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem
, pertama bidang pengaruh pimpinan kedua bidang
pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritas
dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkanm
gaya yang demokratis. Kedua bidang ipengaruh ini dipengaruhi dalam hubungannya
kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.
Ada
7 model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.
1.
Pemimpin
membuat keputusan kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Dari model ini
terlihat bahwa otoritas yang digunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah
kebebasan bawahan terlalu sempit sekali.
2.
Pemimpin
menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan
otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan
disini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3.
Pemimpin
memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang
pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, karena
membatasi penggunaan otoritas dan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam
pembuatan keputusan.
4.
Pemimpin
memberikan keputusan bersifat bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah.
Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan, sementara
otoritas pemimpin sudah mulai dikurangi penggunaannya,
5.
Pemimpin
memberikan persoalan, meminta saran-saran dan membuat keputusan. Disini
otoritas pimpinan digunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam
berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak digunakan.
6.
Pemimpin
merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat
keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan
kelima model diatas.
7.
Pemimpin
mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah
dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrem penggunaan
kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem penggunaan otoritas terdapat pada nomor
satu di atas.
Modern
Choice Approach to Participation
Menurut
teori ini gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang
dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model teori ini dapat
digunakan untuk:
·
Membantu
mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group
problem solving situation).
·
Menyarankan
gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga
perangkat parameter yang penting yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria
efektifitas keputusan, kriteria penemukenalan jenis pemecahan persoalan. Misalnya
seorang dokter yang mengambil keputusan untuk melakukan operasi terhadap pasien
yang mengalami kecelakaan tanpa dia harus berkonsultasi terlebih dahulu
terhadap staf-stafnya dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu
diketahuinya. Dari sini dapat dilihat bahwa gaya pengambilan keputusan yang
diambil oleh dokter tersebut merupakan gaya pengambilan keputusan A-1 yang
dilakukan oleh seorang pemimpin yang dimana dia mengambil keputusannya sendiri
dalam memecahkan persoalan dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu
diketahuinya.
Contingency
theory of leadership dari Fiedler
Dalam
teorinya yang dikenal sebagai teori kontingensi, Fielder memberikan tekanan
pada efektivitas dari suatu kelompok. Dikatakan bahwa efektivitas suatu
organisasi tergantung pada (is contingent upon) dua variabel yang
saling berinteraksi yaitu (1) Sistem motivasi dari pemimpin dan (2) tingkat
atau keadaan yang menyenangkan dari situasi.
Berdasarkan
teori ini, situasi kepemimpinan digolongkan pada 3 dimensi: (1) hubungan
pemimpin-anggota yaitu bahwa pemimpin akan mempunyai lebih banyak
kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan
anggotanya artinya kalau ia disenangi, dihormati dan dipercaya. (2) struktur
tugas, yaitu bahwa penugasan yang terstruktur baik, jelas, terprogram akan
memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh dari pada kalau penugasan itu kabur,
tidak jelas dan tidak terstruktur. (3) posisi kekuasaan, pemimpin akan
mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau
kedudukannya memperkenankan ia memberi ganjaran, hukuman, mengangkat dan
memecat daripada kalau ia tidak memiliki kedudukan seperti itu.
Path
Goal Theory
Path
goal theory yang diungkapkan oleh House dan Mitchell
(1979). Menurut teori ini, para pemimpin bisa efektif karena pengaruh
mereka terhadap motivasi bawahan. Pemimpin dapat membangkitkan bawahan untuk
menampilkan dan mencapai kepuasan dari pekerjaan yang akan dilakukan. Teori
yang mulai berkembang sejak hampir tiga dasawarsa lalu ini disebutpath goal karena
perhatian utamanya diletakkan pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi
bawahan dalam mencapai tujuan mereka, tujuan-tujuan pribadi dan cara atau jalan
dalam pencapaian tujuan itu. Teori path goal ingin memperlihatkan
bahwa ia maju selangkah daripada teori sifat misalnya oleh karena ia tidak hanya
menampilkan gaya kepemimpinan yang paling efektif (yaitu direktif, suportif,
orientasi pada prestasi dan partisipatif) tetapi pendekatan ini juga berusaha
menjelaskan mengapa itu paling efektif. Kepemimpinan yang efektif menurut
Siagian (1982) ialah “Kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara, dan
mengembangkan usaha dan iklim yang koperatif dalam kehidupan organisasional.
SUMBER :
Rumanti,
Assumpta Maria. 2002. Dasar-Dasar Public Relation. Jakarta: Grasindo
Pusat Pebinaan dan
Pengembangan Bahasa. 1991. KAMUS BESAR
BAHASA INDONESIA (edisi kedua). Departemen
pendidikan dan kebudayaan. Jakarta : Balai Pustaka
Griffin,
Ricky. 2004. Manajemen. Jakarta: Erlangga
Salusu,J.
2003. Pengambilan Keputusan Stratejik. Jakarta: Grasindo
Sumber gambar :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar