Konsep
Sehat
Kesehatan
adalah salah satu konsep yang sering digunakan namun sukar untuk dijelaskan
artinya. Factor yang berbeda menyebabkan sukarnya mengidentifikasikan
kesehatan, kesakitan dan penyakit (Gochman, 1988; De Clercq, 1993).
Sedangkan
menurut “World Health Organization” pada tahun 1947, kesehatan diartkan sebagai
:
“…
keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan social, dan bukan
hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan…”
Itu
adalah beberapa konsep sehat dari beberapa sumber yang saya dapatkan, namun
kalau menurut saya sendiri konsep sehat adalah keadaan dimana fisik dan mental
seseorang dapat bekerja dengan normal sesuai dengan fungsinya masing-masing
sehingga kita dapat menikmati hidup.
Sumber : Smet,Bart.
1994. Psikologi Kesehatan. JKT. PT.Grasindo
SejarahKesehatan
Mental
Secara
umum secara historis kajian kesehatan mental terbagi dalam dua periode yatitu
periode ilmiah dan periode pra-ilmiah.
1. Periode Pra-Ilmiah (Primitif)
Sejak
zaman dulu sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental sudah muncul dalam
konsep primitive animeisme, ada kepercayaan bahwa dunia di kuasai oleh roh-roh
atau dewa-dewa. Orang ada zama dulu percaya bahwa angin bertiup, ombang
mengalun, batu berguling dan pohon tumbuh karena adanya pengaruh rih yang
tinggal di dalamnya. Dan orang yunani percaya bahwa gangguan mental dapat
terjadi karena kemarahan dewa dan membawa pergi jiwanya. Dan untuk menghindari
kemarahan dewa mereka melakukan sesaji dengan mantra dan diadakannya korban
(tumbal).
Perubahan
sikap terhadap tradisi animism terjadi pada zaman Hipocrates (460-467). Dia dan
pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan seperti
pendekatan naturalism ( aliran yang berpendapat kalau gangguan mental atau
fisik adalah akibat dari alam). Dan Hipocrates menolak adanya pengaruh dari
roh, dewa, setan atau hantu. Kemudia ide naturalistic ini dikembangkan oleh
Galen, seorang tabib dalam pembedahan hewan.
Selanjutnya
pendekatan naturalistic tidak dipergunakan lagi di kalangan orang-orang
Kristen. Seorag dokter dari prancis, Phillipe Pinel (1745-1826) menggunakan
filsafat politik dan social untuk memecahkan masalah penyakit mental. Setelah
ia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris, pasien yang maniac
atau memiliki penyakit mental di rantai, diikat di tembok dan di tempat tidur.
Pasien yang telah dirantai kurang lebih selama 20 tahun dan dipandang sangat
berbahaya jika dibawa berjalan-jalan di sekitar rumah sakit, akhirnya diantara
mereka banyak yang berhasil dan tidak menunjukan lagi kecenderungan untuk
melukai atau merusak dirinya sendiri.
2. Periode Ilmiah (Modern)
Perubahan
yang sangat berarti dalam sikap dan era pengobatan ganguan mental, yaitu dari
irrasional dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional dan ilmiah. Itu
terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika
Serikat pada tahun 1738. Pada saat itu Benyamin Rush (1745-1813) sedang menjadi
anggota staff medis di rumah sakit Penisylvania. Di rumah sakit terdapat 24
pasien yang dianggap mengidap sakit ingatan atau orang gila yang disebut lunaties. Pada saat itu masih sedikit
sekali ilmu tentang penyakit kegilaan dan kurangnya pengetahuan untuk
menyembuhkannya. Akibatnya seluruh pasien dikurung di dalam sel yang saluran
ventilasinya sangat kurang dan sekali-sekali mereka diguyur menggunakan air.
Rush
memberikan usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang mengalami
gangguan mental tersebut dengan memberikan motivasi untuk mau bekerja, rekreasi
dan mencari kesenangan.
Perkembangan
abnormal dan psikiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya mental hygiene yang berkembang menjadi
suatu body of knowledge bersamaan
dengan gerakan-gerakan yang teroganisir. Perkembangan kesehatan mental juga
dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli, terutama dari dua
tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers. Kedua
tokoh tersebut banyak mendedikasikan hidupnya dalam bidang pencegahan gangguan
mental dan pertolongan bagi orang-orang miskin dan lemah. Usaha dari Dorothea
Lynde Dix mula-mula diarahkan pada para penderita gangguan mental di rumah
sakit. Kemudian diperluas kepada para penderita gangguan mental yang dikurung
di rumah-rumah penjara. Dalam pekerjaan Dix ini merupakan faktorpenting dalam
membangun kesadaran masyarakat umum untuk memperhatikan kebutuhan para
penderita gangguan mental.
Pada
tahun 1909 gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Beers meyakini
bahwa penyakit atau gangguan mental dpat dicegah atau disembunyikan. Kemudian
ia merancang suatu program yang bersifat nasional tujuan (Langgulung, 1986: 23)
:
1. Mereformasi
program perawatan dan pengobatan terhadap orang-orang pengidap penyakit jiwa
2. Melakukan
penyebaran informasi kepada masyarakat agar mereka memiliki pemahaman dan sikap
yang positif terhadap para pasien yang mengidap gangguan atau penyakit jiwa
3. Mendorong
dilakukannya berbagai penelitian tentang kasus-kasus dan pengobatan gangguan
mental
4. Mengembangkan
praktik-praktik untuk mencegah gangguan mental
Ternyata
program Beers ini mendapat respon yang positif dari kalangan masyarakat teritama kalangan para ahli, seperti William
James dan seorng Psikiatris ternama, yaitu Adolf Mayer. Kemudian Adolf Mayer
memberikan nama pada gerakan tersebut adalah mental hygiene. Lalu pada tanggal 19 Februari 1909 didirikanlah
National Comitye Siciety for Mental Hygiene; disini Beers diangkat menjadi
sekertarisnya. Organisasi ini bertujuan untuk :
1. Melindungi
kesehatan mental masyarakat
2. Menyusun
standar perawatan para pengidap gangguan mental
3. Meningkatkan
studi tentang gangguan mental dalam segala bentuknya dan berbagai aspek yang terkait
didalamnya
4. Menyebarkan
pengetahuan tentang kasus gangguan mental, pencegahan dan pengobatannya
5. Mengkoordinasikan
lembaga-lembaga perawatan yang ada.
Gerakan
kesehatan mental terus berkembang, sehingga pada tahun 1075 di Amerika Serikat
terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental. Dibe;ahan dunia
lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui Worl Federation for Mental Health dan
Worl Health Organization.
Sumber
: Rochman,
Kholil lur. 2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fajar Media Press
Pendekatan
Kesehatan Mental
Orientasi Klasik
Orientasi
klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan
sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat
adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya.
Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak
ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas.
Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang
kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental
dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi.
Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat
atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh
kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental.
Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak
sehat mental.
Orientasi Penyesuaian Diri
Dengan
menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat
dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya
dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak
dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya
semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu
dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan
tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam
masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang
absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain
yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan
perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku
yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan
agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya
tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat
dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat
mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya?
Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat
mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan
contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal
yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita
tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’
pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas
terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat
yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya
seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita
berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat
mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia
adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri,
kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara
keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya
berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan seseorang dalam lingkungannya.
Orientasi Pengembangan Potensi
Seseorang
dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan
untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh
orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata
yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang
bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan
kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak
selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya,
pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara
pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan
wajar.
Sehingga
dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah
mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau
menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan
dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya
tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa
kesehatan mental hanya
sekedar
usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu
tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis,
kecuali jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang
menyentuh aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan
kemampuan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar